Serangan siber terhadap layanan web aplikasi di kawasan Asia Pasifik dan Jepang (APJ) mengalami lonjakan signifikan, naik sebesar 65 persen dari kuartal pertama tahun 2023 hingga kuartal pertama 2024. Hal ini mengindikasikan bahwa ancaman terhadap dunia maya semakin nyata, seiring dengan pesatnya digitalisasi di kawasan tersebut, khususnya di Asia Tenggara.
Dalam laporan terbaru yang dirilis oleh Akamai, sebuah perusahaan penyedia layanan keamanan siber dan Content Delivery Network (CDN), sektor keuangan menjadi target utama dengan lebih dari 18 miliar serangan yang tercatat dalam periode 1 Januari 2023 hingga 30 Juni 2024. Tak hanya itu, industri e-commerce juga turut menjadi sasaran utama para peretas, dengan total 10 miliar serangan selama periode yang sama.
Layanan Keuangan dan E-Commerce Jadi Sasaran Empuk
Menurut Reuben Koh, Director of Security Technology & Strategy Akamai untuk kawasan APJ, kedua sektor ini memiliki kesamaan besar dalam hal transaksi keuangan yang terjadi secara digital. Layanan keuangan mencakup berbagai transaksi, seperti peminjaman uang, pembayaran, dan asuransi, sementara e-commerce melibatkan perputaran uang melalui transaksi menggunakan kartu kredit atau dompet digital. “Di kedua industri ini, ada uang yang berpindah tangan setiap detik,” ujar Reuben dalam sebuah diskusi daring bersama media pada Jumat (24/1/2025).
Bagi para peretas, kata Reuben, ini merupakan peluang besar. Jika mereka berhasil mendapatkan akses ke data pembayaran, seperti nomor kartu kredit, mereka dapat memperoleh informasi pribadi yang sensitif. Hal ini menjadikan kedua sektor ini sasaran empuk bagi aktivitas kriminal di dunia maya.
Indonesia Rentan terhadap Serangan Siber
Sebagai negara dengan nilai ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, Indonesia juga tak luput dari potensi ancaman serangan siber. Menurut laporan terbaru dari Google, Temasek, dan Bain & Company pada November 2024, ekonomi digital Indonesia diprediksi akan mencapai 90 miliar dolar AS pada tahun 2024, dengan sektor e-commerce menjadi penyumbang utama dengan nilai GMV (Gross Merchandise Value) mencapai 65 miliar dolar AS. Selain itu, sektor layanan keuangan digital juga tumbuh pesat, dengan prediksi transaksi digital mencapai 404 miliar dolar AS pada tahun yang sama.
Namun, laporan Akamai mengungkapkan bahwa sektor-sektor ini sangat rentan terhadap serangan siber. Reuben Koh menekankan pentingnya bagi para pelaku di industri e-commerce dan layanan keuangan digital untuk memastikan bahwa langkah-langkah keamanan dasar, seperti Multi-Factor Authentication (MFA), sudah diterapkan untuk melindungi kredensial pengguna dan transaksi mereka.
Menghadapi Ancaman yang Semakin Kompleks
Reuben juga menegaskan pentingnya organisasi untuk memiliki kemampuan untuk memantau transaksi dan memastikan siapa yang bisa mengakses data, serta dari mana akses tersebut dilakukan. Selain itu, ia menyarankan perusahaan untuk mempersiapkan rencana respons insiden agar dapat merespons dengan cepat jika terjadi serangan. “Dasar-dasar keamanan siber ini harus dimiliki oleh setiap organisasi. Tanpa itu, akan sangat sulit untuk menghadapi ancaman keamanan tingkat lanjut,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pemahaman terhadap permukaan serangan yang terjadi. Seiring dengan semakin cepatnya digitalisasi, permukaan serangan pun akan meningkat. Organisasi harus terus mengevaluasi postur keamanan mereka dan menyesuaikannya dengan berkembangnya ancaman yang ada.