Tag Archives: ChatGPT

OpenAI Perkenalkan GPT-4.5: AI Terbaru dengan Respons Lebih Natural

OpenAI resmi menghadirkan model kecerdasan buatan (AI) terbarunya, GPT-4.5, sebagai penerus dari GPT-4 yang sebelumnya dirilis pada Maret 2024. Model AI ini diklaim memiliki efisiensi 10 kali lebih tinggi dibandingkan pendahulunya serta menawarkan akurasi yang lebih baik. Selain itu, GPT-4.5 disebut lebih natural dalam memberikan respons dibandingkan GPT-4o.

OpenAI menyatakan bahwa GPT-4.5 memiliki peningkatan dalam hal kemampuan merangkum dan menyusun kata secara lebih baik dibandingkan versi sebelumnya. Model AI ini juga didesain agar terasa lebih alami dan mendekati gaya komunikasi manusia.

“Menurut saya, ini adalah model AI pertama yang benar-benar mampu memberikan jawaban serta saran seperti manusia,” ungkap Sam Altman, pendiri ChatGPT, melalui akun X/Twitter resminya.

Dibandingkan dengan versi terdahulu, GPT-4.5 diklaim lebih cerdas dalam mengenali pola, menghubungkan berbagai konsep, serta lebih dapat diandalkan dalam menyelesaikan persoalan matematika dan pemrograman.

Bukan Model AI Frontier

Meskipun membawa peningkatan signifikan dari GPT-4, OpenAI mengakui bahwa GPT-4.5 bukanlah model AI Frontier—kategori untuk model kecerdasan buatan yang sangat unggul dibandingkan model AI lain saat ini. Model ini masih belum dapat menyaingi AI reasoning tingkat tinggi seperti o1 atau o3-mini dalam menjawab pertanyaan spesifik maupun menyelesaikan masalah matematika kompleks.

Secara teknis, GPT-4.5 dilatih menggunakan metode fine-tuning berbasis data yang telah ada. Teknik ini dikombinasikan dengan Reinforcement Learning from Human Feedback (RLHF), memungkinkan AI memberikan respons yang lebih alami dan kontekstual.

Dalam unggahan di akun X resminya, Sam Altman menyatakan bahwa GPT-4.5 memberikan pengalaman berbicara dengan AI yang terasa lebih realistis. “Model ini bagus, meskipun bukan yang terbaik dalam hal reasoning, dan bukan tolok ukur kecerdasan AI paling mutakhir,” tambahnya.

Ketersediaan GPT-4.5

GPT-4.5 dijadwalkan akan tersedia bagi pengguna ChatGPT berbayar, khususnya di level Plus dan Team, mulai minggu depan. Selanjutnya, pelanggan Enterprise dan Edu akan mendapatkan akses di minggu berikutnya. Selain di ChatGPT, model ini juga akan tersedia melalui platform Azure AI Foundry milik Microsoft.

Saat ini, belum ada informasi apakah GPT-4.5 akan dapat diakses oleh pengguna ChatGPT gratis atau tidak.

Transformasi Pembelajaran Melalui Kecerdasan Buatan: Memahami Peran DeepSeek dan ChatGPT dalam Pendidikan

Perkembangan kecerdasan buatan (AI), seperti DeepSeek dan ChatGPT, telah membawa perubahan besar dalam dunia pendidikan. Bagi para ahli teknologi pendidikan, AI bukan hanya sekadar alat teknis, tetapi sebuah kekuatan yang dapat mendefinisikan ulang cara kita mengakses, memahami, dan menerapkan pengetahuan. Dalam pandangan mereka, AI memiliki potensi untuk mendalami pembelajaran, menciptakan pengalaman yang lebih inklusif, dan membuka peluang baru bagi siswa dan pendidik. Meskipun demikian, berbagai tantangan terkait etika, akurasi informasi, dan peran pendidik dalam proses pembelajaran tetap menjadi perhatian penting.

ChatGPT, sebagai salah satu model bahasa generatif dari OpenAI, telah menarik perhatian luas dengan kemampuannya untuk menghasilkan teks yang menyerupai tulisan manusia. Dalam konteks pendidikan, ChatGPT digunakan oleh siswa dan mahasiswa untuk beragam tujuan, seperti membantu menulis esai, menjelaskan konsep-konsep sulit, atau menyederhanakan materi pelajaran yang rumit. Kemampuan untuk berinteraksi secara alami dan memberikan respons instan menjadikan ChatGPT sebagai alat yang sangat berguna dalam pembelajaran mandiri. Sebuah studi oleh Holmes et al. (2022) menyebutkan bahwa AI generatif seperti ChatGPT dapat berfungsi sebagai “asisten virtual” yang meningkatkan keterlibatan siswa dan mendukung pembelajaran yang lebih personal. Namun, meski ChatGPT memiliki banyak kelebihan, masih ada kekhawatiran mengenai ketidakakuratan atau bias dalam informasi yang dihasilkannya. Penelitian oleh Kasneci et al. (2023) menyoroti bahwa meskipun ChatGPT dapat menghasilkan teks yang koheren, seringkali hasilnya tidak sepenuhnya akurat, yang menjadi tantangan besar dalam pendidikan, di mana ketepatan informasi sangatlah penting.

Di sisi lain, DeepSeek menawarkan pendekatan yang lebih berbasis analisis dan data. Platform ini dirancang untuk memberikan solusi berbasis data yang sangat berguna dalam konteks pendidikan tinggi dan penelitian. DeepSeek dapat membantu mahasiswa atau peneliti menganalisis data statistik, membuat model prediktif, atau menyelesaikan masalah teknis yang kompleks. Menurut Luckin et al. (2016), alat AI yang berfokus pada analisis data dapat meningkatkan kualitas penelitian dan pembelajaran berbasis proyek. Namun, DeepSeek lebih cocok digunakan dalam konteks teknis dan analitis, yang menjadikannya kurang tepat untuk siswa yang membutuhkan dukungan dalam kreativitas atau penulisan. Penggunaan DeepSeek juga memerlukan tingkat pemahaman teknis yang lebih tinggi, yang bisa menjadi hambatan bagi beberapa pengguna.

Dari sudut pandang teknologi pendidikan, ChatGPT dan DeepSeek memiliki peran yang saling melengkapi. ChatGPT lebih unggul dalam hal fleksibilitas dan kemampuan untuk mendukung pembelajaran interaktif dan kreatif. ChatGPT membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit dengan cara yang lebih mudah dipahami dan memberikan umpan balik langsung untuk tugas-tugas mereka. Di sisi lain, DeepSeek memberikan dukungan yang lebih mendalam dan terstruktur, cocok untuk kebutuhan analitis dan penelitian. Misalnya, dalam proyek penelitian yang memerlukan pengolahan data atau pemodelan statistik, DeepSeek dapat memberikan solusi yang lebih kuat dibandingkan ChatGPT.

Namun, integrasi AI dalam pendidikan harus dilakukan dengan penuh pertimbangan. Seperti yang ditekankan oleh Williamson (2017), penggunaan teknologi dalam pendidikan harus mempertimbangkan aspek etis dan pedagogis. AI seperti ChatGPT dan DeepSeek harus digunakan sebagai pelengkap, bukan pengganti, dalam proses pembelajaran yang berpusat pada manusia. Selwyn (2021) juga menegaskan bahwa teknologi seharusnya memperkaya pengalaman belajar dan bukan menggantikan peran pendidik.

Secara keseluruhan, baik DeepSeek maupun ChatGPT menawarkan peluang besar untuk mendukung pendidikan di berbagai tingkatan. ChatGPT lebih unggul dalam memberikan fleksibilitas dan interaktivitas, sementara DeepSeek lebih efektif untuk analisis mendalam dan penelitian. Keduanya memiliki peran yang saling melengkapi, dan penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks pembelajaran. Yang terpenting adalah bahwa pendidik dan pelajar harus menggunakan teknologi ini dengan penuh tanggung jawab, sambil selalu memperhatikan aspek etika dan pedagogi dalam setiap langkah pembelajaran.

Waspada! Pengaruh ChatGPT Terhadap Kognitif Generasi Muda Di Era Digital

Pada tanggal 1 Januari 2025, muncul kekhawatiran mengenai dampak penggunaan ChatGPT terhadap perkembangan kognitif generasi muda. Meskipun teknologi ini menawarkan kemudahan dalam mengakses informasi dan menyelesaikan tugas, banyak ahli berpendapat bahwa ketergantungan pada AI dapat mengakibatkan penurunan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas.

ChatGPT, sebagai salah satu model kecerdasan buatan terkemuka, memungkinkan pengguna untuk mendapatkan jawaban instan atas berbagai pertanyaan, mulai dari tugas sekolah hingga masalah sehari-hari. Dengan kemampuan untuk menghasilkan teks yang relevan dan informatif, banyak pelajar yang mulai mengandalkan teknologi ini untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dengan cepat. Namun, kemudahan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang seberapa banyak pengetahuan yang benar-benar dipahami oleh generasi muda.

Ahli pendidikan mengingatkan bahwa penggunaan ChatGPT yang berlebihan dapat menyebabkan “brain rot,” istilah yang merujuk pada penurunan kemampuan kognitif akibat kurangnya stimulasi mental. Dengan mengandalkan AI untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik, siswa mungkin kehilangan kesempatan untuk berpikir kritis dan mengembangkan keterampilan analitis yang penting. “Jika siswa tidak lagi terlibat dalam proses berpikir, mereka berisiko kehilangan kemampuan untuk menganalisis dan menyelesaikan masalah secara mandiri,” ungkap seorang pakar pendidikan.

Penelitian menunjukkan bahwa meskipun ChatGPT dapat membantu siswa dalam memahami konsep-konsep tertentu, ada risiko bahwa mereka akan mengabaikan proses belajar yang lebih mendalam. Sebuah studi menemukan bahwa 68% siswa merasa lebih mudah menggunakan ChatGPT untuk menyelesaikan tugas, tetapi hanya 41% yang merasa mereka benar-benar memahami materi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun teknologi ini bermanfaat, ia juga dapat merugikan pemahaman jangka panjang siswa.

Untuk mengatasi masalah ini, para pendidik dan orang tua diharapkan dapat menerapkan pendekatan yang lebih seimbang dalam penggunaan teknologi. Mengedukasi generasi muda tentang pentingnya berpikir kritis dan keterlibatan aktif dalam pembelajaran adalah langkah penting untuk memastikan bahwa mereka tidak sepenuhnya bergantung pada AI. “Kita perlu mendorong siswa untuk menggunakan teknologi sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti proses belajar itu sendiri,” tambah pakar pendidikan tersebut.

Dengan potensi dampak negatif dari penggunaan ChatGPT terhadap kognitif generasi muda, semua pihak kini diharapkan untuk lebih bijaksana dalam memanfaatkan teknologi. Tahun 2025 menjadi momen penting bagi masyarakat untuk menemukan keseimbangan antara kemajuan teknologi dan kebutuhan akan pengembangan keterampilan berpikir kritis. Hanya dengan cara ini, generasi muda dapat tumbuh menjadi individu yang tidak hanya cerdas secara digital tetapi juga mampu berpikir secara mandiri dan kreatif.

Wamendikti Stella Christie Ungkap 3 Konsekuensi Jika Pelajar Ketergantungan ChatGPT

Pada 5 Desember 2024, Wakil Menteri Pendidikan, Riset, dan Teknologi (Wamendikti) Stella Christie memberikan peringatan mengenai dampak buruk dari ketergantungan pelajar terhadap ChatGPT dalam dunia pendidikan. Stella menekankan bahwa meskipun teknologi ini bermanfaat, ada beberapa risiko yang perlu diperhatikan, terutama jika digunakan secara berlebihan.

Stella menyatakan bahwa ketergantungan pada ChatGPT bisa mengurangi kemampuan berpikir kritis dan kreatif pelajar. Saat pelajar sering menggunakan AI untuk menjawab pertanyaan atau menyelesaikan tugas, mereka tidak diberi kesempatan untuk menganalisis masalah secara mendalam dan mencari solusi secara kreatif. Hal ini dapat menghambat perkembangan keterampilan berpikir yang penting dalam pendidikan dan kehidupan profesional.

Ketergantungan pada ChatGPT juga bisa berdampak pada kemampuan menulis dan berkomunikasi. Pelajar yang terlalu sering mengandalkan AI untuk menyusun tugas atau esai bisa kehilangan kemampuan untuk menyusun tulisan secara mandiri. Hal ini berisiko menyebabkan mereka kurang terampil dalam berkomunikasi secara efektif, baik dalam bentuk tertulis maupun lisan.

Stella Christie juga mengingatkan bahwa ketergantungan pada teknologi seperti ChatGPT dapat mengurangi kemandirian pelajar dalam proses pembelajaran. Jika pelajar terus-menerus bergantung pada AI untuk menyelesaikan tugas, mereka bisa kehilangan kemampuan untuk mencari informasi, belajar dari sumber lain, dan mengambil keputusan secara mandiri. Kemandirian belajar sangat penting untuk perkembangan akademik jangka panjang.

Wamendikti Stella menekankan pentingnya penggunaan teknologi yang bijak. Teknologi, termasuk ChatGPT, seharusnya menjadi alat bantu dalam proses pembelajaran, bukan pengganti proses berpikir yang mendalam dan kemandirian. Pendidikan yang seimbang antara teknologi dan pembelajaran mandiri akan membantu pelajar berkembang menjadi individu yang lebih kompeten dan kreatif.

Menyambut Era AI: ChatGPT dan Dunia Pendidikan

Jakarta – Di tengah perkembangan teknologi yang cepat, kehadiran kecerdasan buatan (AI) jadi topik hangat. Salah satu yang paling mencolok adalah ChatGPT, chatbot yang bikin banyak orang terkesima. Bayangkan, sebuah aplikasi yang bisa menjawab pertanyaan dan membantu kita dengan berbagai tugas—serasa punya asisten pribadi!

Peluang Emas: Kreativitas Tak Terbatas

Buat mahasiswa, ChatGPT bisa jadi penyelamat saat deadline mendekat. Mau nulis makalah atau skripsi? Tinggal ketik pertanyaan, dan voila! Inspirasi pun mengalir. Gak jarang, mahasiswa merasa lebih mudah menjelajahi ide-ide baru berkat kemudahan akses informasi.

Tapi, jangan keburu senang. Dosen Fakultas Hukum UGM, Dina W. Kariodimedjo, PhD, mengingatkan bahwa menggunakan ChatGPT secara berlebihan bisa bikin kita terjerumus. “Hati-hati, bisa-bisa jawaban yang kita terima enggak akurat dan malah berujung pada plagiarisme,” katanya di sebuah webinar. Nah, di sinilah tantangan mulai muncul.

Tantangan Besar: Etika dan Plagiarisme

Bicara soal plagiarisme, ini jadi isu serius di dunia akademik. Bayangkan, tanpa sadar kita meng-copy ide orang lain tanpa menyebutkan sumbernya. Dina juga menekankan pentingnya menjaga etika. “Kita harus menghargai karya orang lain. Jangan sampai teknologi justru merusak integritas kita,” tegasnya.

Penggunaan ChatGPT buat nulis tugas? Dina bilang, “Jangan!” Lebih baik, gunakan AI ini untuk eksplorasi awal, bukan sebagai jalan pintas untuk mendapatkan nilai bagus.

Memanfaatkan AI dengan Cerdas

Romi Satria Wahono, PhD, founder Brainmatics, menyatakan meski ChatGPT punya segudang data, dia tetap enggak bisa menggantikan pemikiran kritis kita. “AI memang bisa bikin kerjaan lebih cepat, tapi otak manusia tetap yang paling hebat,” ujarnya. Data yang dimiliki ChatGPT diambil dari berbagai sumber, mulai dari artikel hingga buku. Jadi, kita harus tetap jeli dalam memilah informasi.

Kesimpulan: Bijak Menghadapi Era Digital

ChatGPT bawa banyak peluang, tapi juga tantangan yang harus kita hadapi. Penting banget bagi mahasiswa dan pengajar untuk paham cara menggunakan teknologi ini dengan bijak. Jangan sampai kemudahan ini justru bikin kita kehilangan nilai-nilai akademik. Nah, gimana menurutmu? Apakah kita siap menjelajahi dunia pendidikan di era AI ini?