Setelah meraih popularitas besar sejak Januari lalu berkat peluncuran model AI terbuka R1, perusahaan rintisan DeepSeek kini beroperasi di bawah pengawasan ketat pemerintah China. Menurut laporan The Information yang dikutip dari TechCrunch, beberapa karyawan DeepSeek menghadapi pembatasan perjalanan ke luar negeri, sementara pemerintah China aktif menyaring calon investor yang ingin masuk ke perusahaan tersebut. Langkah ini diperkuat dengan kebijakan perusahaan induknya, High-Flyer, yang menahan paspor sejumlah karyawan sebagai bentuk pengawasan ketat.
Tindakan ini diambil tidak lama setelah beredar laporan bahwa otoritas China melarang para peneliti dan pengusaha AI untuk bepergian ke Amerika Serikat guna mencegah potensi kebocoran rahasia dagang. Sementara itu, aplikasi DeepSeek yang sempat merajai App Store dan Play Store juga menuai kekhawatiran terkait keamanan data. Banyak pihak menyoroti bahwa data yang dikumpulkan oleh aplikasi tersebut tersimpan di server di China, yang dikhawatirkan dapat diakses oleh pemerintah setempat.
Sebagai respons terhadap kekhawatiran ini, ratusan perusahaan di berbagai negara mulai melarang penggunaan DeepSeek di lingkungan kerja mereka. Kepala bagian teknologi perusahaan keamanan siber Armis Inc, Nadir Izrael, melaporkan bahwa sekitar 70 persen klien Armis mengajukan permintaan untuk memblokir akses ke chatbot ini, terutama perusahaan yang memiliki keterkaitan dengan pemerintahan. Netskope Inc, sebuah layanan pembatasan akses web bagi perusahaan, juga melaporkan bahwa 52 persen klien mereka melakukan pemblokiran terhadap DeepSeek.
Aplikasi DeepSeek sendiri dikenal sebagai alternatif dari ChatGPT yang berbasis model AI V3 buatan China. Layanan ini memungkinkan pengguna menganalisis dokumen, mencari informasi di web, dan menyinkronkan riwayat obrolan di berbagai perangkat. Meski menawarkan fitur gratis, kekhawatiran mengenai privasi dan keamanan data terus membuat banyak perusahaan dan organisasi mempertimbangkan kembali penggunaannya.