Uni Emirat Arab (UEA) mencetak sejarah sebagai negara pertama di dunia yang memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) dalam proses pembuatan undang-undang, baik di tingkat federal maupun lokal. Teknologi ini tak hanya akan membantu merancang undang-undang baru, tetapi juga akan memodifikasi aturan yang telah berlaku sebelumnya. Langkah ambisius ini menjadi bagian dari inisiatif besar yang dipimpin oleh kantor baru bernama Regulatory Intelligence Office, yang telah mendapat persetujuan dari kabinet pemerintahan UEA.
Kantor tersebut bertugas untuk merancang, mengelola, dan mengoordinasikan penerapan sistem regulasi berbasis AI bersama pejabat pemerintah di berbagai tingkatan. Dalam penerapannya, seluruh aspek legislasi mulai dari peraturan, keputusan pengadilan, hingga layanan publik, akan dihasilkan oleh komputer yang cerdas. Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum, penguasa Dubai sekaligus Perdana Menteri dan Wakil Presiden UEA, menegaskan bahwa sistem legislasi berbasis AI ini akan mempercepat proses hukum sekaligus meningkatkan ketepatan regulasi.
Teknologi AI ini juga memungkinkan pemantauan langsung terhadap dampak undang-undang terhadap masyarakat dan ekonomi melalui basis data hukum terintegrasi. Keputusan ini mengikuti penunjukan Sultan al-Olama sebagai Menteri AI pertama di dunia dan peluncuran Strategi AI nasional UEA. Pemerintah memperkirakan bahwa hingga tahun 2030, AI akan mendorong pertumbuhan ekonomi, memangkas biaya birokrasi hingga setengahnya, serta meningkatkan PDB negara hingga 35%.